April 25, 2024

Indonesia: Presiden Terpilih Semestinya Beralih dari Bahan Bakar Fosil

Kepentingan dari Bahan Bakar Fosil Tidak Boleh Mendahului Masyarakat, Lingkungan, dan Iklim

Baca dalam: Bahasa Inggris | Bahasa Indonesia

(San Francisco, 25 April 2024) — Presiden terpilih Jenderal Prabowo Subianto Djojohadikusumo semestinya melepaskan diri serta anggota keluarga dekatnya dari kepemilikan dan investasi di sektor bahan bakar fosil, termasuk batu bara, minyak, dan gas, untuk memastikan bahwa ketika menjabat kelak, ia menghindari konflik kepentingan dalam industri yang merusak lingkungan, berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca, serta melanggar hak asasi manusia, kata Climate Rights International hari ini.

Meskipun Prabowo telah diumumkan sebagai presiden terpilih pada Maret lalu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasil pemilu tersebut digugat oleh dua calon presiden lainnya, yang menuduh adanya kecurangan pemilu, termasuk intimidasi terhadap sejumlah kepala desa oleh aparat pemerintah untuk mendukung kampanye Prabowo dan pemanfaatan anggaran negara untuk membeli suara. Pada 22 April, Mahkamah Konstitusi menolak tuduhan-tuduhan tersebut karena tidak berdasar dalam dua putusan untuk menanggapi gugatan calon presiden Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan serta menguatkan kemenangan Prabowo.

“Kepentingan finansial Presiden terpilih Prabowo Subianto pada perusahaan bahan bakar fosil menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia,” kata Brad Adams, direktur eksekutif Climate Rights International. “Ia semestinya melepas sahamnya untuk memastikan bahwa kepentingan pribadinya tidak mempengaruhi upaya Indonesia dalam memerangi krisis iklim dan menegakkan hak-hak masyarakat Indonesia.”

Kepentingan bisnis Prabowo di perusahaan batu bara, kelapa sawit, minyak dan gas, serta bubur kertas telah diberitakan sejumlah media dalam negeri dan internasional, termasuk oleh Al Jazeera, Project Multatuli, dan Reuters. Menurut penelitian yang digelar organisasi masyarakat sipil Indonesia Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Prabowo adalah pemegang saham tunggal di PT Nusantara Energy, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang pertambangan batu bara, kelapa sawit, dan kehutanan di Kalimantan Timur. JATAM juga telah mendokumentasikan kepentingan finansial Prabowo di setidaknya empat perusahaan batu bara lainnya – PT Nusantara Kaltim Coal, PT Nusantara Energindo Coal, PT Erabara Persada Nusantara, dan PT Nusantara Wahau Coal – serta di sejumlah perusahaan kehutanan, perkebunan, dan kertas lainnya.

Climate Rights International juga menyerukan kepada wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, agar mendesak anggota keluarga dekatnya untuk melepas saham mereka dari sejumlah perusahaan bahan bakar fosil di mana mereka mungkin menanamkan modal. Gibran adalah putra Presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo, dan secara kontroversial dinyatakan memenuhi syarat untuk maju dalam pemilihan presiden oleh Mahkamah Konstitusi, meskipun usianya di bawah usia yang sebelumnya disyaratkan yaitu 40 tahun.

Sejumlah aktivis dan kelompok masyarakat sipil yang memantau juga telah menyatakan keprihatinan mereka mengenai meningkatnya potensi serangan dan kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia, jurnalis, dan aktivis di bawah kepresidenan Prabowo. Selama menjabat sebagai Komandan Pasukan Khusus (Kopassus), Prabowo terlibat dalam penghilangan paksa, penculikan, dan penyiksaan terhadap sejumlah mahasiswa dan aktivis LSM pada tahun 1997, yang membuatnya diberhentikan dari dinas kemiliteran dan kemudian dilarang masuk ke Amerika Serikat.

Saat sebagian besar negara di dunia sedang mengurangi penggunaan batu bara guna memerangi dampak buruk krisis iklim, konsumsi batu bara Indonesia tumbuh sebesar 33 persen pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya, dan negara ini terus menjadi eksportir batu bara terbesar di dunia.

Berlanjutnya penggunaan batu bara di Indonesia, termasuk di kawasan industri nikel besar, merupakan bencana bagi iklim dan terjadi saat para pemimpin dan pakar global menyerukan penghentian semua pengembangan pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi ketergantungannya pada batu bara, termasuk dengan diterbitkannya keputusan presiden pada September 2022 untuk menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2050. Namun komitmen ini tampaknya mengecualikan pembangkit listrik tenaga batu bara captive yang secara langsung menggerakkan operasional industri. Climate Rights International menyerukan agar Indonesia mempercepat penghapusan semua batu bara dan kepada negara-negara kaya untuk mendukung  upaya ini melalui kontribusi yang terukur melalui Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP).

Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, mineral penting yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik dan energi terbarukan lainnya. Dalam laporannya pada Januari lalu, Climate Rights International mendokumentasikan bagaimana industri pertambangan dan pengolahan nikel di Indonesia mendorong terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup serta berkontribusi terhadap krisis iklim. Selain menyebabkan pencemaran lingkungan yang parah dan berdampak kepada Masyarakat Adat, sejumlah anggota masyarakat melaporkan bahwa tanah mereka dirampas oleh perusahaan-perusahaan nikel, sementara yang lain mengatakan kepada CRI bahwa mereka diintimidasi oleh personel polisi atau tentara agar menjual tanah mereka.

Di seluruh Indonesia, negara gagal untuk mengakui sepenuhnya Masyarakat Adat dan tanah adat mereka, dan malah mengklaim wilayah-wilayah tersebut sebagai aset milik negara, sehingga menyebabkan konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan, termasuk perusahaan pertambangan nikel. Kelompok-kelompok yang memperjuangkan hak-hak  masyarakat adat mendorong pemerintah Indonesia agar mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat, yang sudah bertahun-tahun gagal disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI, dalam rangka menyederhanakan proses pengakuan Masyarakat Adat dan tanah adat mereka.

“Sebagai pemimpin baru negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Prabowo seharusnya memprioritaskan penegakan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan hidup, dan aksi iklim,” kata Brad Adams. “Ketika ia mulai menjabat pada Oktober mendatang, Prabowo seharusnya segera menghentikan perizinan proyek-proyek bahan bakar fosil baru, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara, mengesahkan RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat, serta berkomitmen untuk menegakkan dan memperkuat undang-undang terkait hak asasi manusia dan lingkungan hidup di Indonesia.”

Foto: Prabowo Subianto, 2019. Kredit: Wikimedia Commons. PDM 1.0 Deed.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share by Email

Related Articles

RelatedArticles