Aerial image of part of the Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), including captive coal plants and port. August 14, 2024. Garry Lotulung.
“Kesehatan masyarakat Sagea sangat terpengaruh. Semakin banyak orang terjangkit berbagai masalah kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, sesuatu yang amat jarang kami alami sebelum kehadiran IWIP.” – Warga anonim, Sagea, 20 Desember 2024
“Dalam hal restorasi lingkungan, IWIP tidak melakukan apa-apa. Banjir masih saja terjadi dan tak ada tanda-tanda akan berhenti.” –– Julfikar Sangaji, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), 17 Desember 2024
“Kami belum menerima resolusi untuk pencemaran Sungai Sagea. Tidak seorang pun mengaku bertanggung jawab atas pencemaran tersebut. Bahkan pemerintah pun menutup mata atas fakta-fakta tersebut.” – Warga anonim, Sagea, 20 Desember 2024
Indonesia Weda Bay Industrial Park yang amat besar dan bernilai miliaran dolar AS, lebih dikenal dengan singkatan IWIP, merupakan sebuah mega proyek peleburan (smelter) nikel terintegrasi yang berada di, Pulau Halmahera di Maluku Utara.1Berbagai media melaporkan bahwa total nilai investasi di IWIP kemungkinan mencapai US$15 miliar. Garry Lotulung, “A Nickel Rush Threatens Indonesia’s Last Nomadic Tribes and Its Forests, Fishermen and Farmers,” Inside Climate News, https://insideclimatenews.org/news/08012025/nickel-mines-threaten-indonesia-nomadic-tribes-and-forests/ ; Project Multatuli, “Cina di Hilir: Gurita Oligarki Nikel Indonesia,” https://projectmultatuli.org/cina-di-hilir-gurita-oligarki-nikel-indonesia/ Proyek ini juga merupakan lokasi terjadinya perusakan serius terhadap lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, dan emisi gas rumah kaca. Sebagian besar bijih nikel yang diperuntukkan bagi IWIP bersumber dari PT Weda Bay Nickel, tambang nikel terbuka terbesar di dunia.
Pada Januari 2024, Climate Rights International menerbitkan sebuah laporan berjudul Nikel Dikeduk: Dampak Industri Nikel di Indonesia terhadap Manusia dan Iklim, yang mendokumentasikan bagaimana IWIP dan pertambangan nikel di sekitarnya ini melanggar hak-hak masyarakat setempat, termasuk Masyarakat Adat, menyebabkan penggundulan hutan besar-besaran, pencemaran udara dan air, serta mengeluarkan gas rumah kaca dalam jumlah luar biasa dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang dibangun untuk mendukung operasi.2 Pembangkit listrik tenaga batu bara yang dimiliki sendiri (captive coal) tidak terhubung ke jaringan listrik dan tidak memasok listrik untuk penduduk setempat. Climate Rights International, “Nikel Dikeduk, Dampak Industri Nikel di Indonesia terhadap Manusia dan Iklim,” Januari 2024, https://cri.org/reports/nickel-unearthed/ringkasan/.
Sejak akhir tahun 2024, Climate Rights International mulai melakukan wawancara lanjutan dengan anggota masyarakat pedesaan asal Halmahera untuk mencari tahu apakah pemerintah Indonesia atau perusahaan-perusahaan di daerah tersebut telah mengambil berbagai langkah guna memulihkan kerusakan lingkungan dan hak asasi manusia serta memberikan kompensasi penuh kepada masyarakat atas tanah dan aset mereka. Berdasarkan serangkaian wawancara tersebut, serta laporan tambahan dari beberapa organisasi nonpemerintah lain serta media, terbukti bahwa anggota masyarakat yang tinggal di sekitar IWIP masih menghadapi pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan lingkungan hidup akibat kegiatan industri pertambangan dan pengolahan mineral. Memang, pemerintah Indonesia telah gagal untuk menanggapi dengan cara bermakna sejumlah keluhan yang terdokumentasi dengan baik dari penduduk setempat mengenai:
Trucks carrying nickel ore are parked as workers take a break at Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) in Central Halmahera, North Maluku, Indonesia. August 13, 2024.
Garry Lotulung.
Berbagai kegagalan pemerintah Indonesia telah mendorong dan sejalan dengan kurangnya tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi masalah-masalah ini. Baik pemerintah maupun berbagai perusahaan yang terlibat lebih mementingkan keuntungan di atas kepentingan masyarakat, padahal biaya yang diperlukan untuk mengatasi banyak masalah ini sebenarnya tidak terlalu besar.
Meskipun Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat RI telah mengunjungi IWIP pada awal tahun 2025 dan adanya laporan kritis yang disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup, belum terlihat adanya investigasi resmi yang menyeluruh terhadap isu-isu yang diangkat. Perusahaan-perusahaan besar tetap saja beroperasi tanpa tersentuh hukum.
Dalam sebuah proses yang menuai kritik karena kurangnya konsultasi publik, pada Februari 2025, DPR RI mengesahkan revisi terhadap UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang dapat melemahkan tata kelola lingkungan hidup dan mengancam hak-hak masyarakat setempat. Berbagai perubahan ini bertujuan untuk mempercepat hilirisasi nikel — mengolah bahan mentah di dalam negeri untuk mendapatkan keuntungan ekonomi — tetapi dapat menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak main-main.
* * * * * * *
IWIP adalah usaha patungan yang didirikan pada tahun 2018 dan sekarang dioperasikan oleh konglomerat Tiongkok Tsingshan Holding Group, Zhejiang Huayou Cobalt Ltd. dan Zhenshi Holding Group. Meskipun IWIP mengklaim, di situs webnya, bahwa pihaknya “memiliki visi dan misi untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan dan mengurangi emisi [gas] rumah kaca,”3IWIP, “Tentang IWIP,” situs web, https://iwip.co.id/tentang-iwip/ (diakses pada tanggal 28 Mei 2025). lokasi ini dipasok oleh sebelas pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru dibangun, dengan tiga pembangkit listrik tenaga batu bara yang sedang dalam tahap pembangunan. Saat beroperasi penuh, keempat belas pembangkit listrik tenaga batu bara ini akan memiliki kapasitas sebesar 4,54 GW.4Global Energy Monitor, “Weda Bay power station, https://www.gem.wiki/Weda_Bay_power_station# (diakses pada tanggal 21 Februari 2025).Polutan yang dipancarkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara ini dikaitkan dengan meningkatnya angka penderita penyakit pernapasan di kalangan penduduk.
Sebagian dari nikel yang diproses di IWIP digunakan dalam produksi baterai kendaraan listrik oleh perusahaan otomotif. Memberdayakan produksi nikel dengan batu bara melemahkan tujuan kendaraan listrik, yang dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan global pada bahan bakar fosil. Tambahan pembangkit listrik tenaga batu bara yang dimiliki sendiri (captive), fasilitas untuk memproses nikel untuk baterai kendaraan listrik, dan pabrik untuk memproduksi baterai kendaraan listrik, saat ini masih direncanakan atau sedang dalam proses pembangunan di IWIP.5Lihat, misalnya Huayou Cobalt, “Huayou Indonesia Precursor Project Starts,” 11 Mei 2024, https://www.huayou.com/en/news/corporate-news/195 (mengumumkan dimulainya pembangunan proyek yang akan mengekspor 50.000 ton per tahun Precursor Nickel Cobalt Manganese Hydroxide (NCM), bahan mentah penting dalam produksi baterai kendaraan listrik); Tim editorial, “Kunjungi IWIP, Menperin Agus Gumiwang Pastikan Ekspor Prekursor di Awal 2025,” VOI, 23 Desember 2024, https://voi.id/ekonomi/439347/kunjungi-iwip-menperin-agus-gumiwang-pastikan-ekspor-prekursor-di-awal-2025 (“Selain itu, Weda Bay Project juga akan terus berkembang dengan rencana untuk memproduksi Baterai Kendaraan Listrik dan Sistem Penyimpanan Energi (Energy Storage System) yang akan dikelola oleh PT REPT Battero Energy Co. Ltd. Kapasitas produksi baterai ini akan dimulai pada 8 GWh pada Maret 2026 dan berkembang hingga 20 GWh pada 2027.”)
Sebagian besar bijih nikel yang diproses di IWIP berasal dari Weda Bay Nickel di dekatnya, tambang nikel terbuka terbesar di dunia, serta puluhan konsesi pertambangan nikel lainnya di Halmahera. Weda Bay Nickel dimiliki dan dioperasikan oleh Tsingshan Holding Group, Eramet, dan PT Antam Tbk.6Tsingshan Holding Group adalah konglomerat swasta asal Tiongkok, Eramet adalah perusahaan pertambangan yang berbasis di Prancis, dan PT Antam adalah perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Weda Bay Nickel, “Tentang Kami,” https://www.wedabaynickel.com/id/weda-bay-nickel/tentang-kami/tata-kelola/ (diakses pada tanggal 28 Mei 2025).
Sungai-sungai setempat yang pernah digunakan untuk air minum, seperti Sungai Sagea, sudah tidak aman untuk dikonsumsi karena tercemar. Pengujian air oleh organisasi nonpemerintah asal Indonesia, AEER dan JATAM, pada tahun 2023 menunjukkan kadar nikel dan kromium heksavalen yang tinggi dan berbahaya, di samping sejumlah polutan lainnya. Warga tidak lagi percaya pada air dan mengkhawatirkan kesehatan mereka. Baik IWIP maupun Weda Bay Nickel menyangkal bertanggung jawab atas pencemaran tersebut.
Walau perusahaan-perusahaan itu mengklaim telah memantau kualitas air dengan inspeksi dan sensor dari pihak ketiga, transparansi data masih belum memadai. Hasil pengujian tidak dibagikan secara terbuka, dan warga desa tidak secara konsisten mendapatkan akses terhadap alternatif yang aman maupun informasi yang bisa membantu mereka melindungi diri dari bahaya.
Mata pencarian tradisional —memancing, bertani, mengolah sagu, dan berburu— selama ini benar-benar terganggu oleh penambangan dan pengolahan nikel. Nelayan tradisional di desa-desa pesisir seperti Gemaf dan Lelilef melaporkan bahwa tangkapan ikan mereka menurun drastis. Menurut para produsen sagu di Waleh, air sungai yang tercemar telah mengubah rasa dan keamanan makanan pokok mereka. Pembabatan hutan dan pengadaan lahan oleh perusahaan pertambangan telah membuat banyak penduduk kehilangan alternatif ekonomi yang layak.
Pencemaran udara dan air oleh kawasan industri kemungkinan besar menjadi pemicu lonjakan penderita infeksi saluran pernafasan dan masalah kesehatan lainnya. Menurut JATAM, sebuah organisasi nonpemerintah asal Indonesia, data dari beberapa puskesmas di sekitar IWIP menunjukkan bahwa jumlah penderita infeksi saluran pernafasan meningkat secara besar-besaran sejak IWIP mulai beroperasi.7JATAM, “Penaklukan dan Perampokan Halmahera: IWIP sebagai Etalase Kejahatan Strategis Nasional Negara-Korporasi,” 5 Agustus 2024, https://jatam.org/id/lengkap/Penaklukan-Halmahera (diakses pada tanggal 28 Mei 2025).Sejumlah fasilitas kesehatan di dekat IWIP juga mencatat adanya peningkatan kasus alergi kulit dan bronkitis.8 Ibid.
Penduduk setempat secara langsung mengaitkan memburuknya kesehatan masyarakat dengan emisi industri dan pencemaran pembangkit listrik tenaga batu bara. Kepada Climate Rights International, Julfikar Sangaji dari JATAM menyampaikan informasi yang diperolehnya dari satu klinik kesehatan masyarakat di Lelief:
Dalam kurun waktu tiga tahun, prevalensi infeksi saluran pernapasan meningkat lebih dari 24 kali lipat. Saya berhasil mendapatkan data dari otoritas kesehatan setempat di Weda Tengah pada tahun 2024. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut terus meningkat dari 434 pasien pada tahun 2020 menjadi 10.579 pasien pada tahun 2023.9Wawancara Climate Rights International dengan Julfikar Sangaji, 17 Desember 2024. https://jatam.org/id/lengkap/Penaklukan-Halmahera (diakses pada tanggal 28 Mei 2025).
Penduduk setempat juga mengeluhkan dampak dari pembukaan lebih dari 5.000 hektar hutan hujan primer untuk operasi pertambangan. Penggundulan hutan berskala besar ini telah meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir. Tutupan hutan alam yang sebelumnya berfungsi mengurangi limpasan air hujan telah dihilangkan, sehingga daerah pesisir yang lebih rendah menjadi lebih rentan. Baik IWIP maupun perusahaan-perusahaan tambang di Halmahera belum menerapkan restorasi lingkungan yang memadai guna mengatasi krisis ini, dan sekurangnya telah terjadi tiga belas kali banjir besar sejak IWIP mulai beroperasi. Banjir pada pertengahan tahun 2024 berdampak pada setidaknya 6.500 warga.10Mas Agung Wilis Yudha Baskoro, ”From Rich Soil to Flooded Plains: The Toll of Indonesia-China’s Nickel Ambition,” Global China South Project, 8 Oktober 2024, https://chinaglobalsouth.com/analysis/from-rich-soil-to-flooded-plains-the-toll-of-indonesia-chinas-nickel-ambition/.
Masyarakat Sawai dan Tobelo di Halmahera Tengah dan Timur sedang mengalami penghapusan budaya ketika tanah mereka dirampas, asrama bagi pekerja migran domestik dan internasional dibangun, dan ekonomi tradisional dihancurkan, semua tanpa kesanggupan untuk menggunakan hak mereka atas Persetujuan Atas Dasar Keputusan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan (FPIC). Kelompok yang paling terancam adalah suku O’Hongana Manyawa, yang merupakan pemburu-pengumpul nomaden. Konsesi pertambangan telah merambah wilayah hutan mereka, membatasi pergerakan dan akses mereka terhadap sumber daya tradisional. Meski perusahaan seperti Eramet mengklaim tidak ada bukti bahwa masyarakat berada dalam “isolasi sukarela”, Climate Rights International menekankan bahwa tampaknya telah terjadi kontak tanpa perlindungan atau perwakilan yang memadai, sehingga mengancam hak-hak dan kelangsungan hidup mereka.
Sejumlah situs warisan budaya dan spiritual turut terancam dengan adanya kegiatan pertambangan. Kawasan karst Bokimaruru di Sagea memiliki nilai spiritual serta budaya yang penting bagi masyarakat adat Sawai dan merupakan lokasi digelarnya upacara tahunan. Namun, kini penambangan nikel dan batu kapur mengancam ekosistem ini, dan penambangan di bagian hulu meningkatkan sedimentasi di kawasan karst.
Aktivis dan mahasiswa setempat yang menentang IWIP telah menjadi sasaran kriminalisasi, pelecehan, dan kampanye hitam. Pada tahun 2024, dua mahasiswa di Jakarta didakwa melakukan pencemaran (defamation) dan menerima ancaman daring setelah mengkritik seorang pensiunan jenderal yang gagal mengatasi dampak yang dihadirkan oleh IWIP terhadap masyarakat dan lingkungan. Sejumlah pembela HAM lain melaporkan adanya intimidasi dan pencemaran (defamation) selama pemilihan kepala daerah (pilkada) serta tekanan untuk menghentikan aksi protes. Dalam beberapa kasus, penduduk desa dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan polisi dan berjanji untuk tidak mengusik operasi perusahaan tambang.
Kekhawatiran semakin menjadi-jadi ketika DPR RI mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada bulan Maret 2025, yang memungkinkan anggota militer aktif untuk menduduki berbagai jabatan sipil. Kelompok-kelompok hak asasi manusia khawatir bahwa hal ini dapat mengintensifkan militerisasi dan mengurangi akuntabilitas di daerah-daerah yang terpapar dampak industri ekstraktif. Berbagai kelompok seperti KontraS yang telah bersuara telah diancam, sehingga menciptakan suasana ketakutan.11Andi Adam Faturahman, “Dasco Minta KontraS Lapor Polisi Setelah Mendapat Teror Karena Menggeruduk Rapat Revisi UU TNI,” Tempo, 17 Maret 2025, https://www.tempo.co/politik/dasco-minta-kontras-lapor-polisi-setelah-mendapat-teror-karena-menggeruduk-rapat-revisi-uu-tni-1220628 (diakses pada tanggal 28 Mei 2025).
Penduduk lokal di Halmahera dan desa-desa di sekitarnya masih belum mengetahui rencana IWIP. Pada tahun 2024, IWIP secara diam-diam menggelar konsultasi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), dengan menggunakan tenaga dari universitas tanpa mengungkapkan afiliasinya. Konsultasi tersebut mengecualikan kawasan Sagea, yang warganya menentang dengan gigih. IWIP dilaporkan masih memiliki 22.000 hektar untuk ekspansi di masa mendatang, namun belum ada rincian yang bisa dikonfirmasi secara terbuka.
Meskipun peralihan ke kendaraan listrik merupakan bagian penting dari peralihan dari bahan bakar fosil dan dalam upaya memerangi perubahan iklim, industri nikel Indonesia gagal beroperasi dengan cara ramah lingkungan yang menghormati lingkungan hidup maupun hak-hak dasar masyarakat setempat. Perusahaan-perusahaan kendaraan listrik mempertaruhkan reaksi konsumen dari basis pelanggan yang sangat sadar lingkungan, jika mereka tidak menggunakan pengaruhnya untuk membersihkan industri nikel di Indonesia — dan sumber-sumber mineral bermasalah lainnya, seperti kobalt di Republik Demokratik Kongo dan litium di Chile dan Argentina.
Sejumlah perusahaan kendaraan listrik seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen yang secara langsung maupun tidak memasok nikel dari Indonesia atau memiliki kontrak untuk memasok nikel dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di IWIP, seharusnya segera meningkatkan uji kelayakan dengan memetakan rantai pasokan mereka, menetapkan target dekarbonisasi yang kuat, dan menangguhkan pasokan dari produsen yang terlibat dalam penyalahgunaan. Dengan atau tanpa tekanan pemerintah, perusahaan kendaraan listrik semestinya memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mereka dan memastikan bahwa mineral dalam kendaraan mereka tidak berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia, lingkungan hidup, maupun iklim.
* * * * * * *
Dampak terhadap lingkungan dan manusia yang ditimbulkan oleh industri nikel merupakan bagian dari masalah lebih besar, yaitu lemahnya perlindungan lingkungan hidup, pelanggaran hak asasi manusia, dan meningkatnya emisi rumah kaca yang tampaknya akan semakin memburuk di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yang mulai menjabat pada Oktober 2024.
Kendati Indonesia sangat rentan terhadap krisis iklim sebagai negara kepulauan, pemerintahan Prabowo telah mengeluarkan berbagai pernyataan tentang iklim yang saling bertolak belakang. Pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada November 2024, Prabowo telah menyatakan komitmennya untuk secara bertahap menghentikan penggunaan batu bara sebelum tahun 2040. Namun, adik Prabowo, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, kemudian mengklaim bahwa janji tersebut telah disalahpahami dan bahwa menghilangkan bahan bakar fosil akan menjadi “bunuh diri ekonomi”. Memang, rencana kelistrikan Indonesia mencakup pembangunan 20 GW pembangkit listrik tenaga batu bara yang dimiliki sendiri (captive) baru selama tujuh tahun ke depan —hampir sama dengan seluruh kapasitas batu bara Turki saat ini. Prabowo dan anggota keluarganya banyak berinvestasi di sektor batu bara, kelapa sawit, kehutanan, minyak dan gas, dan berbagai industri lainnya.
Komitmen iklim Indonesia semakin dipertanyakan ketika Prabowo pada Oktober 2024 mengumumkan kebijakan untuk mencapai “ketahanan pangan” dalam negeri, di mana militer ditugaskan untuk memainkan peran terdepan dalam upaya ini. Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia sedang merencanakan proyek penggundulan hutan terbesar dalam sejarah Indonesia dengan mengubah dua puluh juta hektar hutan, termasuk lebih dari dua juta hektar hutan lindung, menjadi proyek-proyek perkebunan pangan dan energi.12Hans Nicholas Jong, “Indonesia targets 2.3m hectares of protected forests for food & biofuel crop production,” 6 Februari 2025, https://news.mongabay.com/2025/02/indonesia-targets-2-3m-hectares-of-protected-forests-for-food-biofuel-crop-production/.Proyek-proyek energi tersebut mencakup proyek biomassa berskala besar, serta proyek-proyek nikel dan mineral transisi lainnya. Indonesia merupakan rumah bagi hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, dan penggundulan hutan sebagai akibat dari proyek-proyek pangan dan energi ini akan menjadi bencana bagi aksi iklim global. Proyek-proyek perkebunan pangan dan energi yang baru juga tampaknya bakal memicu relokasi paksa masyarakat, ancaman terhadap hak-hak Masyarakat Adat, dan hilangnya mata pencarian tradisional.
Polluted sea water by Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). August 14, 2024.
Garry Lotulung.
Untuk Pemerintah Indonesia:
Untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan:
Untuk Indonesia Weda Bay Industrial Park berikut para pemiliknya, termasuk Tsingshan Group, Huayou Cobalt, dan Zhenshi Group:
Untuk PT Weda Bay Nickel, termasuk para pemangku kepentingannya, serta sejumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi di Halmahera:
Untuk Tesla, Volkswagen, Ford, dan beberapa perusahaan kendaraan listrik lain yang mendapat pasokan nikel dari produsen di IWIP dan kawasan industri lainnya di Indonesia, serta semua perusahaan kendaraan listrik global lain yang mungkin menerima pasokan nikel dari Indonesia:
Untuk bank, asuransi, dan lembaga keuangan lain yang mendukung operasi IWIP:
Untuk membaca rekomendasi tambahan bagi sejumlah kementerian, perusahaan pertambangan dan pengolahan, perusahaan kendaraan listrik, dan pemerintah asing, Anda bisa telusuri tautan berikut: https://cri.org/reports/nickel-unearthed/ringkasan/