June 4, 2025

Indonesia: Industri Nikel Membahayakan Hak Asasi Manusia dan Lingkungan

Pelanggaran terhadap hak atas tanah dan hak-hak masyarakat adat, intimidasi, pencemaran, dan emisi besar-besaran

Baca dalam: EnglishLaporan

(Los Angeles, 5 Juni 2025) — Para pemilik perusahaan di kawasan industri nikel, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP)dengan nilai investasi miliaran dolar AS di Indonesia timur–maupun proyek-proyek pertambangan nikel di sekitarnya melanggar hak-hak masyarakat, termasuk Masyarakat Adat. Demikian laporan Climate Rights International yang terbit hari ini.

Pertambangan dan pengolahan nikel menyebabkan penggundulan hutan besar-besaran, pencemaran udara dan air, serta mengeluarkan gas rumah kaca dalam jumlah luar biasa dari pembangkit listrik tenaga batu bara dari kawasan industri itu ( PLTU batu bara captive).

Dalam laporan berjudul Perusakan Berlanjut dan Rendahnya Akuntabilitas: Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Lingkungan Hidup, dan Iklim dalam Industri Nikel Indonesia,” ini menemukan, Pemerintah Indonesia, beberapa perusahaan nikel, serta perusahaan kendaraan listrik gagal memberikan tanggapan berarti terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup serius.

Indonesia adalah produsen tunggal nikel terbesar di dunia, bahan mineral transisi yang digunakan dalam produksi baterai kendaraan listrik. Sebagian besar bijih nikel di IWIP bersumber dari PT Weda Bay Nickel, tambang nikel terbuka terbesar di dunia di Pulau Halmahera.

“Meskipun ada bukti jelas bahwa hak dan mata pencarian masyarakat terancam dengan ada pertambangan dan pengolahan nikel, sejumlah perusahaan tetap saja beroperasi tanpa tersentuh hukum, dan lebih mementingkan keuntungan di atas kepentingan masyarakat,” kata Krista Shennum, peneliti Climate Rights International.

Pemerintah Indonesia, katanya, harus mendengarkan masyarakat lokal dan meminta pertanggungjawaban para pelaku pencemaran.

“Perusahaan-perusahaan yang memasok nikel dari Indonesia, termasuk banyak perusahaan kendaraan listrik, seharusnya turut bertanggung jawab penuh dalam mengatasi berbagai pelanggaran mengerikan dalam rantai pasokan mereka.”

Perusahaan-perusahaan Indonesia dan asing, yang berkoordinasi dengan aparat TNI-Polri, terlibat dalam perampasan tanah, pemaksaan, dan intimidasi terhadap Masyarakat Adat dan berbagai komunitas lain, yang menghadapi ancaman serius serta berisiko mengusik cara hidup tradisional mereka. Aktivis dan mahasiswa di Maluku Utara yang menentang IWIP sudah menjadi sasaran kriminalisasi, pelecehan, dan kampanye hitam.

Sebelumnya, Climate Rights International menerbitkan laporan tentang IWIP pada Januari 2024 dengan judul “Nikel Dikeduk.”

Kendaraan listrik merupakan bagian kunci dalam transisi dari bahan bakar fosil. Namun, pengolahan nikel di IWIP ditopang 11 PLTU batu bara captive, dengan tiga pembangkit tambahan sedang proses pembangunan.

Saat beroperasi, 14 PLTU batu bara itu akan memiliki kapasitas 4,54 GW, yang akan menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah luar biasa. Sementara itu, masyarakat sekitar IWIP tidak memiliki akses listrik konsisten dan bisa diandalkan.

Pencemaran udara dan air oleh kawasan industri diduga kuat menjadi pemicu lonjakan penderita infeksi saluran pernapasan dan masalah kesehatan lain.

Julfikar Sangaji, aktivis lokal dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mengatakan kepada Climate Rights International tentang informasi yang dia peroleh dari puskesmas di Lelief.

Dalam kurun waktu tiga tahun, prevalensi infeksi saluran pernapasan meningkat lebih dari 24 kali lipat. Saya berhasil mendapatkan data dari otoritas kesehatan setempat di Weda Tengah pada 2024. Data itu menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut terus meningkat dari 434 pasien pada 2020 menjadi 10.579 pasien pada 2023. 

Sungai-sungai di sana yang pernah jadi sumber air minum, seperti Sungai Sagea, sudah tak aman untuk konsumsi karena tercemar. Pengujian air oleh organisasi asal Indonesia AEER, JATAM, dan Nexus3 pada 2023 dan 2024 menunjukkan kadar nikel dan kromium heksavalen tinggi dan berbahaya, selain sejumlah polutan lain.

Kepada Climate Rights Internasional warga mengaku tidak yakin lagi pada kualitas air dan mengkhawatirkan kesehatan mereka.

“Meski ada klaim bahwa beberapa perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel telah melakukan pengujian kualitas air secara rutin, namun mereka tidak memberikan informasi kepada masyarakat setempat mengenai keamanan sumber-sumber air minum yang penting dan dapat diakses oleh publik,” ujar Krista.

“Para orang tua seharusnya khawatir anak-anak mereka bisa sakit kalau mandi atau berenang di sungai yang sama yang sudah jadi sumber air minum keluarga mereka selama beberapa generasi.”

IWIP adalah usaha patungan dari tiga perusahaan swasta yang berkantor pusat di Tiongkok. Pemegang saham Weda Bay Nickel adalah Tsingshan Holding Group, Eramet, dan PT Aneka Tambang (Antam).

Pemerintah Indonesia sudah gagal meminta pertanggungjawaban perusahaan, termasuk dengan mengajukan tuntutan pidana dan hukuman perdata.

Climate Rights International menyerukan kepada pemerintah agar mewajibkan para pemangku kepentingan utama di IWIP untuk segera mengambil langkah-langkah mengatasi pencemaran air dan udara karena operasional mereka.

Perusahaan tambang nikel seharusnya membuang limbah tambang dengan benar untuk meminimalisir pencemaran. Baik IWIP maupun perusahaan tambang nikel seharusnya memberikan kompensasi penuh dan adil kepada seluruh anggota masyarakat, termasuk Masyarakat Adat, atas tanah mereka. Juga, memastikan Masyarakat Adat dapat memberikan persetujuan atas dasar keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan (free, prior and informed consent/FPIC) secara penuh sebagaimana dalam hukum HAM internasional.

Climate Rights Internasional menyatakan, perusahaan-perusahaan kendaraan listrik seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen yang langsung maupun tidak memasok nikel dari Indonesia atau memiliki kontrak memasok nikel dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di IWIP, seharusnya segera menggunakan pengaruh mereka untuk memastikan para pemasok menghentikan dan memperbaiki pelanggaran HAM. Juga, membersihkan pencemaran air dan udara, dan melakukan peralihan dari batubara ke sumber-sumber energi terbarukan secepatnya.

Seharusnya, perusahaan kendaraan listrik meningkatkan transparansi dengan menyediakan informasi publik tentang semua perusahaan dalam rantai pasokan mineral transisi mereka.

Kendati Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut sebagai negara kepulauan, rencana induk kelistrikan negara ini mencakup pembangunan 20 GW PLTU batu bara captive baru dalam tujuh tahun ke depan —hampir sama dengan seluruh kapasitas batu bara Turki saat ini.

Presiden Prabowo juga menyuarakan keprihatinan dengan rencananya untuk mencapai “ketahanan pangan” dalam negeri, yang secara efektif akan menjadi proyek penggundulan hutan terbesar dalam sejarah Indonesia. Proyek ini akan mengubah 20,6 juta hektar hutan, termasuk lebih dari 2 juta hektar hutan lindung, menjadi proyek-proyek perkebunan pangan dan energi.

“Agar transisi energi benar-benar berjalan adil, hak-hak masyarakat yang berada di garis depan ekstraksi mineral harus dihormati,” kata Krista.

“Pemerintah semestinya mencabut izin operasi perusahaan-perusahaan yang secara sistematis melanggar hak-hak masyarakat atau menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.”

Photo: Aerial image of part of the Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), including captive coal plants and port. August 14, 2024. © Garry Lotulung.

Like this article?

Share on Facebook
Share on X
Share by Email

Related Articles

RelatedArticles